SANITASI MAKANAN
A.
PENGERTIAN
SANITASI MAKANAN
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang
ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya
keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya
dari upaya sanitasi makanan, antara lain
1. Menjamin
kesehatan dan kebersihan makanan .
2. Mencegah
penularan wabah penyakit.
3. Mencegah
beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.
4. Mengurangi
tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.
Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Sanitasi
makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, kimia dan
mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung
pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperature yang
panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang
disebabkan oleh faktor fisik maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi
dapur serta tempat penyimpanan makanan. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan
oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk
mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan
wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Sanitasi
makanan yang buruk disebabkan faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi
oleh bakteri, virus, jamur, dan parasite. Akibat buruknya sanitasi makanan
dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengonsumsi makanan tersebut.
Di dalam upaya sanitasi makanan ini,
terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut.
1. Keamanan
dan kebersihan produk makanan yang diproduksi.
2. Kebersihan
individu dalam pengolahan produk makanan.
3. Keamanan
terhadap penyediaan air.
4. Pengelolaan
pembuangan air limbah dan kotoran.
5. Perlindungan
makanan terhadap kontaminasi selama prosese pengolahan penyajian dan
penyimpanan.
6. Pencucian
dan pembersihan alat perlengkapan.
B.
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SANITASI MAKANAN
Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia, dan peralatan.
Berikut penjelasannya.
Faktor
Makanan
a. Sumber
bahan makanan
Apakah diperoleh dari
hasil pertanian, peternakan, perikanan, atau lainnya, sumber bahan makanan
harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau
pencemaran. Contoh hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau
dengan insektisida.
b. Pengangkutan
bahan makanan
Cara mengangkut makanan harus
memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya, apakah sarana pengangkutan memiliki
alat pendingin dan tutup. Pengankutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke
pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak
tercemar oleh kntaminasi dan tidak rusak. Contoh, menganngkut daging dan ikan
dengan menggunakan alat pendingin.
c. Penyimpanan
bahan makanan
Tidak semua bahan makanan langsung
dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah
maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi
persyaratan sanitasi seperti berikut.
1. Tempat
penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau
serangga tidak bersarang.
2. Jika
akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah
membersihkannya.
3. Suhu
udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur.
4. Memiliki
sirkulasi udara yang cukup.
5. Memiiki
pencahayaan yang cukup.
6. Dinding
bagian bawah dari gudang harus dicat putih agar mempermudah melihatjejak tikus
(jika ada).
7. Harus
ada jalan dalam gudang:
a. Jalan
utama lebar 160 cm.
b. Jalan
antar lebar blok 80 cm.
c. Jalan
antar rak lebar 80 cm.
d. Jarak
keliling 40 cm.
d. Pemasaran
Makanan
Tempat penjualan atau
pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan,
sirkulasi udara, dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi
persyaratan adalah pasar swalayan atau supermarket.
e. Pengolahan
Makanan
Proses pengolahan
makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi terutama berkaitan dengan
kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.
f. Penyajian
Makanan
Penyajian makanan harus
memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan
tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli.
g. Penyimpanan
Makanan
Makanan yang telah
diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi, dalam lemari atau
alat pendingin.
Faktor
Manusia
Orang-orang yang bekerja pada tahapan di
atas juga harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan
individu, tidak menderita penyakit infeksi, dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan makanan
harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika
dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa
makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan
berkala setiap 6 bulan atau 1 tahun.
Faktor
Peralatan
Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolahan
makanan harus juga memenuhi persyaratan sanitasi.
C.
FAKTOR PENYEBAB
MAKANAN MENJADI BERBAHAYA
Terdapat
2 faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia, antara
lain:
1.
Kontaminasi
Kontaminasi
pada makanan dapat disebabkan oleh:
a. Parasit,
misalnya, cacing dan amuba.
b. Golongan
mikroorganisme, misalnya salmonella dan shigela.
c. Zat
kimia, misalnya, bahan pengawet dan pewarna.
d. Bahan-bahan
radioaktif, misalnya, kobalt, dan uranium.
e. Toksin
atau racun yang dihasilkan oleh mikrooganisme, seperti statifilokokus dan Clostridium botulinum.
2. Makanan
yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi
manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi 3 golongan:
a. Secara
alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia beracun, misalnya, singkong
yang mengandung HCN dan ikan dan kerang yang mengan dung unsur toksik tertentu
(logam berat, mis., Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf dan napas.
b. Makanan
dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin
yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat
bakteri ( bacterial food poisoning)
c. Makanan
sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi dikonsumsi manusia,
di dalam tubuh manusia agens penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi
untuk berkembang biak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya
gejala penyakit. Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler.
D.
HUBUNGAN
SUHU-WAKTU
Hubungan suhu-waktu (time-temperature relationship) adalah
hubungan antara waktu dan suhu pemanasan pada makanan agar kuman yang terdapat
dalam makanan dapat mati dengan waktu pemanasan tertentu yang diperkirakan edekuat.
Suhu optimum pertumbuhan adalah suhu yang paling baik untuk pertumbuhan kuman.
Berdasarkan suhu optimum pertumbhannya,
mikroorganisme dapat dibagi ke dalam 3 golongan, seperti berikut:
a. Termofilik:
45-60°C
b. Mesofilik:
20-45°C
c. Psikofilik:
0-(-20)°C
Sementara
itu, thermal death adalah kematian yang terjadi akibat
pemanasan. Kejadian ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.
1. Konsentrasi
kuman
Makin
tinggi konsentrasi kuman, waktu yang diperlukan makin lama.
2. Riwayat
mikroorganisme
a.
Suhu waktu pembiakan
b.
Umur dari pertumbuhan
c.
Fase pertumbuhan
d.
Komposisi substansi
E.
PELAKSANAAN HIGIENE DAN SANITASI
Aturan mengenai pelaksanaan higine dan
sanitasi makanan tercantum dalam Undang-Undang No. 9/1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan dan Undang-Undang
No. 11/1962 tentang hygiene untuk usaha-usaha umum. Di dalam undang-undang
tersebut ditegaskan mengenai pelaksanaan pendidikan kesehatan, pengamatan dan
pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan makanan dan pemeriksaan terhadap
perusahaan makanan. Tugas tersebut dibebankan kepada Puskesmas setempat setiap
6 bulan.
Dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut, perlu diperhatikan:
1. Kebersihan
dan fasilitas
Pemeriksaan
kebersihan dan fasilitas dilakukan terhadap:
a. keadaan
dinding banguna perusahaan
b. keadaan
langit-langit bangunan perusahaan
c. keadaan
ruangan bangunan perusahaan
d. keadaan
ventilasi bangunan perusahaan
e. bagaimanan
perlindungan terhadap vector
f. bagaimanan
sumber persediaan air
g. bagaimana
cara pembuangan kotoran
2. Tempat
pengelolaan makanan dan minuman
Pemeriksaan dilakukan terhadap:
a. fasilitas
pencucian
b. cara
mendesinfeksi makanan
c. mutu
makanan
d. penyimpanan
makanan
e. penyimpanan
bahan mentah
f. perlindungan
bahan makanan terhadap debu
3. Kamar
kecil dan tempat cuci
Pemeriksaan dilakukan terhadap:
a. wc
b. tempat
cuci
c. tempat
mandi
d. prasarana
lain
4. Karyawan
Pemeriksaan
pada karyawan dilakukan untuk memastikan:
a. keberadaan
surat keterangan kesehatan
b. kebersihan
karyawan tersebut
c. kebiasaan
karyawan
d. pemeriksaan
kesehatan
E.
PENGAWASAN
SANITASI MAKANAN
Pada prinsipnya langkah-langkah
pelaksanaan pengawasan terhadap sanitasi suatu produk makanan dimulai dari
proses produksi, penyimpanan, distribusi, penjualan sampai ke tangan konsumen.
Dengan demikian, konsumen akan mendapat makanan yang berkualitas baik dan
terhindar dari bahaya yang mungkin diakibatkan oleh makanan tersebut. Konsumen
sendiri juga perlu melakukan pengawasan terhadap produk makanan yang jadi yang
beredar di pasaran.
Di Indonesia, pengawasan sanitasi produk
makanan masing tumpang tindih. Belum ada kepastian mengenai undang-undang atau
peraturan yang berlaku di bidang makanan dan minuman, selain masih kurang
jelasnya institusi yang berwenang dan kurang berfungsinya kendali masyarakat
atau Yayasan Lembaga konsumen Indonesia (YLKI) terhadap kasus yang terjadi yang
dapat merugikan masyarakat.
Landasan hukum pengawasan sanitasi
adalah undang-undang dan peraturan seperti UU No. 9/1960 tentang pokok-pokok
kesehatan, UU No. 11/1962, tentang Hiegene untuk Usaha-Usaha bagi Umum, UU No.
2/1966 tentang hiegene, serta peraturan-peraturan daerah tingkat I dan tingkat
II. Penegakan hukum bidang pengawasan sanitasi ini agar dapat dilaksanakan
melalui peberian wewenang oleh unit kesehatan provinsi kepada unit kesehatan
kabupaten/ kota madya, misalnya pengawasan terhadap hewan potong oleh DepTan
Dinas Pertanian. Landasan hukum untuk pengawasan sanitasi terhadap susu dan
daging, yaitu STBL 1912, 432-435;Bab I, pasal 1, STBL 1926, No. 714; STBL 1937,
No. 512, dan UU Pokok Kehewanan No. 6/1967. Pengawasan dapat lebih efektif jika
instansi pemerintah yang berwenang dibekali dengan landasan hukum dalam
mengambil tindakan.
F. PENGARUH
MAKANAN TERHADAP KESEHATAN
Hasil suatu penelitian sosial ekonomi
yang diselenggarakan pada tahun 1977 menunjukan bahwa 46,84% dari anggaran
belanja dikeluarkan untuk makanan. Hasil penelitian proyek Moh. Husni Thamrin,
tahun 1975-1976, menunjuan bahwa 63,74% anggaran belanja dialokasikan untuk
makanan. Dari sudut kesehatan lingkungan, pengaruh makanan terhadap kesehatan
sangat besar karena makanan atau minuman dapat berperan sebagai vektor agens
penyakit.
Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan
melalui makan dan minuman disebut sebagai food-and
milk-borne disease (penyakit bawaan makanan dan susu). Penyakit-penyait
tersebut dapat disebabkan oleh:
a.
Parasit, misalnya T. saginata, T. solium, D. latum, dan sebagainya. Parasit tersebut
masuk ke dalam tubuh melalui daging sapi, daging babi, atau ikan yang
terinfeksi yang dikonsumsi manusia.
b.
Mikroorganisme, misalnya S. typhii, Sh. dysentery, Richettsia, dan
virus hepatitis yang menggunakan makanan sebagai media perantaranya.
c.
Toksin, misalnya bakteri stafilokokus
memproduksi enterotoksin, Clostridium memproduksi eksotoksin. Di sini, makanan
berfungsi sebagai media pembiakan.
d.
Zat-zat yang membahayakan kesehatan yang
secara sengaja (karena ketidaktahuan) dimasukan ke dalam makanan, misalnya zat
pengawet dan zat pewarna, atau yang secara tidak sengaja misalnya insektisida
(suatu bahan yang beracun yang sering dikira gula atau tepung).
e.
Penggunaan makanan yang sudah beracun,
misalnya jamur, singkong, tempe, bongkrek, dan jengkol.
Beberapa faktor yang mempengaruhi makanan
baik secara langsung dan tidak langsung, antara lain:
1. Air
Air sangat erat
hubungannya mulai dari sumber pengelolaan.
2. Air
kotor
Air kotor dapat menjadi
sumber kuman patogen terutama dari saluran pencernaan.
3. Tanah
Tanah yang
terkontaminasi mikroorganisme pathogen.
4. Udara
Mikroorganisme pathogen
yang berbentuk partikel bercampur debu dapat mengontaminasi makanan, demikian
juga percikan luda akibat bersin terkontaminasi yang terjadi biasanya
bergantung pada musim, lokasi, dan
pergerakan udara.
5. Manusia
Manusia merupakan
sumberpaten bakteri, salmonella, C.
perfingens, dan enterokokus.
6. Hewan
atau ternak peliharaan
Mikroorganisme semacam C. perfingens
atau dari golongan salmonella dapat terbawa dalam hewan atau ternak.
7. Binatang
pengerat
Binatang pengerat
beresiko mengontaminasi nasi, sayur, dan buah-buahan, selain menjadi media
pembawa salmonela dan enterokokus.
G.
KONTAMINASI
MAKANAN
Kontaminasi makanan dapat terjadi akibat
agen penyakit yang menyebabkan infeksi atau akibat proses pembusukan.
Pembusukan dapat terjadi secara alami akibat enzim-enzim yang ada dalam makanan
itu sendiri, misalnya pembusukan pada durian dan sayuran. Makanan yang busuk
adalah makanan yang sudah mengalami proses sedemikian rupa sehingga tidak dapat
dimakan manusia. Untuk menentukan apakah suatu makanan masih dapat dimakan atau
tidak makanan tersebut harus memenuhi kriteria berikut :
a. Makanan
berada dalam tahap kematangan yang dikendalikan.
b. Makanan
bebas dari pencemaran sejak tahap produksi sampai tahap penyajian atau tahap
penyimpanan makanan yang telah di olah.
c. Bebas
ddari perubahan-perubahan fisik, kimia, yang tidak diketahui atau karena kuman
pengerat, serangga, parasit atau karena pengawetan.
d. Bebas
dari mikroorganisme dan parasit yang dibawa oleh makanan, tetapi menampakkan
keadaan-keadaan kegiatan pembusukan yang dikehendaki, seperti keju, tempe dan
susu.
Selain itu, juga kita perlu mengetahui
sifat-sifat atau karakteristik suatu makanan, berdasarkan kerentanannya
terhadap proses pembusukan, dapat di bagi menjadi 3 golongan yaitu :
a. Nonperishable
food (stable food)
Merupakan makanan yang
sifatnya stabil dan tidak mudah rusak kecuali jika mendapat perlakuan yang
tidak baik, contohnya yaitu gula, macaroni, mie kering, dll. Bakteri tahan asam
yang mengontaminasi makanan kaleng itu tidak akan mati dengan pemanasan justru
akan memproduksi spora. Spora kemudian berkembang biak dan memproduksi racun yang
memicu proses pembusukan pada makanan.
b. Semiperishable
food
Merupakan makanan yang
sifatnya semistabil dan agak mudah busuk. Contohnya antara lain roti kering dan
kentang.
c.
Perishable food
Merupakan makanan yang
sifatnya tidak stabil dan mudah busuk, contoh makanan semacam ini adalah ikan, daging, dan susu.
Berikut ini adalah beberapa tipe
penyakit yang menyerang manusia berkaitan dengan makanan :
a. Foodborne
Disease (penyakit bawaaan makanan)
Merupakan suatu gejala
penyakit yang terjadi akibat mengkomsumsi makanan yang mengandung
mikroorganisme atau toksin baik yang berasal dari tumbuhan, bahan kimia, kuman
maupun binatang.
b. Food
Infection
Adalah suatu gejala
penyakit yang mucul akibat masuk dan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam
tubuh (usus) manusia melalui makanan yang dikomsumsinya.
c. Food
Intoxication
Merupakan gejala
penyakit yang muncul akibat mengkomsumsi makanan yang mengandung racun atau
mengkomsumsi racun yang ada dalam makanan.
H.
PENYEBAB
PENYAKIT BAWAAN MAKANAN
Penyakit
bawaan makanan yang menyerang manusia dapat terjadi akibat komsumsi makanan
yang mengandung :
1.
Parasit
Parasit yang dapat
menimbulkan penyakit bawaan pada manusia, antara lain :
a.
T. Saginata ( cacing pita sapi )
Cacing ini
ditemukan dalam daging sapid an bila daging sapi itu tidak diolah dengan benar,
konsumsinya pada manusia dapat mengakibatkan anemia dan gangguan susunan saraf
pusat. Pencegahannya adalah dengan memasak daging sapi sampai matang sehingga
larva cacing tersebut mati.
b.
T. Soleum ( cacing pita babi )
Cacing ini biasa
ditemukan dalam daging babi dan larvanya dapat tetap hidup jika pengolahannya
dilakukan dengan tidak baik dan benar. Larva yang terbawa dalam makanan manusia
akan menetap dijaringan otot manusia yang selanjutnya berimigrasi ke mata dan
otak sehingga terjadi gangguan pada organ tersebut.
c.
D. Latum ( cacing pita ikan )
cacing ini
ditemukan pada daging ikan. Konsumsi daging ikan yang pengolahannya tidak benar
akan menyebabkan manusia menderita anemia. Pencegahannya adalah dengan memasak
daging ikan dengan sempurna. Penyimpanan daging ikan dapat dilakukan dengan
proses pembekuan pada suhu di bawah (-10)°
C.
d.
T. spiralis
Larva
organisme ini menyebabkan penyakit trichinosis dan bahkan kematian (jika jumlah
larvanya sangat banyak). Upaya pencegahannya antara lain dengan memasak sisa
makanan atau sampah gangrene sebelum diberian pada ternak (babi), memasak
daging secara sempurna, membekukan daging dengan suhu (-15)oC selama
20 hari, mengasinkan atau mengasap daging, menambahkan bahan pengawet, dan melakukan
pengawan terhadap rumah-rumah potong hewan.
2.
Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat menyebabkan
foodborne infection. Makanan berperan sebagai vector dan mikroorganisme yang
berhasil masuk akan berkembangbiak di dalam usus manusia. Penyakit yang
disebabkan oleh infeksi pada makanan ini, antara lain, typhus, agnominalis,
disentri amoeba, dan disentri basiler. Pencegahannya adalah dengan memasak
semua bahan makanan sampai matang, melindungi makanan dari kontaminasi binatan
pengerat, menyimpan makanan pada suhu kurang dari (-15)oC, dan
memanaskan makanan pada suhu lebih dari 60oC.
Gangguan
Kesehatan Akibat Makanan
Menurut Slamet (2002), gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat
makanan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu keracunan makanan dan penyakit
bawaan makanan.
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari
tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan
akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat
berasal dari tanah, udara, manusia dan vector. Apabila racun tadi tidak dapat
diuraikan, dapat terjadi bioakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup melalui
rantai makanan.
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara
nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan
adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu
makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan.
I. SANITASI DARI BERBAGAI MAKANAN
Sanitasi Daging Sapi
Daging
merupakan sumber protein yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Dan dengan
demikian diperlukan suatu pengawasan. Pengawasan juga dilakukan karena
karakteristik daging yang mudah membusuk, hewan potong menderita penyakit
infeksi yang dapat ditularkan kepada manusia, dan karena daging mudah terkena
infeksi. Di Indonesia, pengawasan dilaksanakan oleh Dinas Pertanian atau Dinas
Peternakan setempat.
Pengawasan sanitasi daging sapi dilakukan terhadap :
a.
Hewan potong
Pelaksananya adalah dokter hewan yang ditunjuk.
Pemeriksaan dilakukan terhadap kelainan-kelainan yang ditemukan pada hewan
potong. Pemeriksaan yang dilakukan, antara lain :
1.
Pemeriksaan
Antemortem (pemeriksaan sebelum hewan dipotong)
Tujuan
pemeriksaan ini adalah mengamati ada tidaknya gejala penyakit pada hewan yang
akan dipotong. Jika hewan tersebut terbukti sakit, pemotongan dilakukan
terpisah dari pemotongan hewan sehat dan bangkainya dimusnahkan dengan cara
dibakar. Peralatan yang digunakan harus menjalani proses sterilisasi atau
pemanasan pada suhu 90º C dan proses desinfeksi.
2.
Pemeriksaan
Postmortem (pemeriksaan sesudah hewan dipotong)
Pada
pemeriksaan ini, perhatian difokuskan pada kelenjar-kelenjar tertentu jantung,
ginjal, dan limpa. Contoh kecurigaan bahwa hewan ternak yang dipotong memang
sakit adalah adanya pembesaran pada limpa yang termasuk tanda penyakit TBC dan
adanya kista cacing pita yang berarti daging terinfeksi cacing pita. Untuk
mencegah pemalsuan daging hewan, tanda khusus dengan warna tertentu dicapkan pada
daging. Tujuan pengecapan ini agar diketahui bahwa daging hewan tersebut telah
diperiksa dan boleh dikonsumsi.
b.
Rumah Potong
Daerah yang berpenduduk lebih dari 8.000 jiwa, harus
memiliki minimal 1 rumah potong, yang harus pula memenuhi syarat sanitasi.
c.
Pemasaran Daging
Dalam pemasarannya, daging dijaga agar jangan sampai
terkontaminasi debu dan ditempatkan pada wadah yang tidak terlalu terbuka,
selain itu daging juga jangan terlalu banyak dipegang. Upaya sanitasi juga
dilakukan terhadap pasar dan alat-alat yang digunakan.
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan
untuk mengetahui apakah daging yang kita beli baik atau tidak.
1.
Warna daging
kerbau berwarna gelap dan sapi berwarna lebih muda
2.
Baunya khar
sesuai dengan hewannya. Bila dilihat persendiannya mukaannya tampak berlendir
3.
Konsistensinya
baik, konsistensi massif atau elastis, memiliki turgor dan terasa basah.
Sanitasi Makanan Kaleng
Makanan
dalam kaleng diproduksi oleh kalangan industri. Makanan semacam itu jarang
menyebabkan keracunan makanan, asalkan pengawasan atau proses produksinya
memenuhi syarat, teratur dan bersih. Kaleng yang dipakai terbuat dari logam
yang dilapisi timah. Namun, karena timah sering berlubang, timah perlu dilapisi
lagi oleh lapisan sejenis dasar resin yang bersifat sintetis dan akan keras
pada suhu tinggi. Fungsi lapisan resin sintetis untuk mencegah kontak langsung
antara makanan dan logam atau sebagai tahanan sehingga tidak terjadi kontak.
Pemeriksaan Makanan Kaleng
Di
dalam pemeriksaan kemasan kalengnya, apabila kedua ujung laeng yang menonjol
keluar ditekan, bagian itu akan mencekung ke dalam, tetapi bagian lain akan
mencembung keluar. Hal ini menunjukan bahwa didalam kaleng terdapat udara.
Kondisi itu dapat terjadi karena isi kaleng terlalu banyak atau makanan kaleng
dibawa ke daerah ketinggian yang bertekanan udara rendah. Namun, hal itu
sebagian disebabkan oleh makanan yang telah bereaksi dengan logam membentuk ion
H+. Proses tersebut dapat terjadi setelah kurang lebih 1 tahun sejak makanan
dikalengkan. Dekomposisi kegiatan bakteri anaerobic dapat terjadi pada makanan
yang tidak diasamkan yang memungkinkan terjadinya keracunan botulisme.
Pengawetan Makanan
Usaha pengawetan makanan sudah dilakukan
sejak dahulu, yang dimulai dengan cara pengasapan atau pengeringan. Di setiap
negara, cara pengawetan makanan tdak sama karena terjadinya perkembangan
teknologi yang menyebabkan perubahan taraf kehidupan penduduk disuatu negara.
Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara cepat atau lambat, dalam hal ini
perubahan lambat yang berlangsung adalah perubahan dalam cara kebiasaan makan.
Perkembangan teknologi pada pengawetan makanan bergantung pada faktor cara
kebiasaan makan dan daya beli penduduk. Keuntungan yang dapat kita peroleh
dalam upaya pengawetan makanan, antara lain :
1.
Segi ekonomi
Makanan
yang diawetkan dapat dikonsumsi atau dijual ke tempat-tempat yang jauh kapan
saja dan tanpa mengurangi kualitas makanan. Dengan begitu, kelebihan makanan
disuatu daerah dapat diperluas pemasarannya, tanpa terikat oleh waktu.
2.
Mempermudah transportasi
Di
Indonesia yang beriklim tropis, makanan mudah sekali membusuk. Dengan adanya
pengawetan, makanan dapat dipertahankan atau diolah dengan cara lain sehingga
dibeli dengan mudah dan tidak berbahaya serta dapat menghemat biaya transpor.
3.
Mudah dihidangkan
Sebagian
makanan yang telah diawetkan siap dihidangkan karena bagian yang tidak
diperlukan telah dibuang. Dengan begitu, untuk pola kehidupan masyarakat yang
telah maju, masalah kendala waktu dapat diatasi.
4.
Bermanfaat dalam keadaan tertentu
Misalnya dalam
kejadian bencana alam, kelaparan, pengungsian dan kondisi genting lainnya,
bantuan makanan yang telah diawetkan dapat segera didatangkan dari daerah lain.
Metode
yang digunakan dalam pengawetan makanan, antara lain :
1. Pendinginan
Metode ini berguna untuk mencegah
berkembangbiaknya mikoorganisme. Ada 3 jenis metode pendinginan :
a. Cold storage.
Contohnya, suhu antara [-10]˚C sampai 0˚C untuk daging ikan.
b. Freezer.
Contohnya, suhu 0˚C untuk keju, mentega, dan susu.
c. Cool storage.
Contoh : suhu 15-20˚C untuk buah-buahan, suhu 10-15˚C untuk telur, dan suhu
<2˚C untuk makanan kaleng.
2. Pengeringan
Bertujuan untuk menghilangkan air
yang terdapat di dalam makanan. Cara ini terbatas pada pembuangan air dalam
makanan dan merupakan cara yang paling baik. Dengan menghilangkan kandungan air
dalam makanan, bakteri yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup. Proses ini
tidak akan merusak isi, keuali bahwa kandungan vitamin C hilang bersama air
yang keluar.
3. Penggaraman
atau pengasinan
Tujuan utama metode ini adalah
memperkecil peluang hidupnya bakteri karena bakteri sulit hidup dalam garam
berkonsentrasi tinggi. Nilai makanansedikit berkurang. Garam berfungsi menyerap
air dalam makanan.
4. Pengasaman
Pengasaman terutama dilakukan pada
buah-buahan dan sayur-sayuran.
5. Pemanisan
Metode ini ditujukan untuk
menghambat kehidupan mikroorganisme.
6. Pengasapan
Teknik pengasapan kurang
menguntungkan, selain hasilnya juga tidak dapat dismpan lama.
7. Fermentasi
atau peragian
Metode ini ditujukan untuk
menghambat dan mematikan mikroorganisme.
8. Penambahan
bahan-bahan kimia
Metode ini paling banyak dilakukan,
baik melalui teknik penggaraman, pengasaman dan pemanisan.
Untuk menyimpan bahan makanan dirumah,
sarana penyimpanan yang dapat digunakan dalah lemari es biasa dan lemari biasa.
Perlu diperhatikan bahwa makanan yang akan disimpan dalam keadaan bersih.
Lameri biasa untk menyimpan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang
dilapisi kawat kasa dan harus bebas dari debu, serangga, dan tikus. Sanitasi
dapur meliputi ketersediaan air yang mencukupi, adanya saluran air limbah, bak
pencuci tangan, dan adanya tempat sampah. Selain itu, peralatan dapur juga
harus dalam keadaan bersih, dapur memiliki ventilasi yang mencukupi, memiliki
tempat penyimpanan makanan yang bersih, tidak ada alat atau zat berbahaya yang
diletakkan dekat bumbu masal dan bahan makanan lain.
Sanitasi Laut
Alasan
dibalik pelaksanaan upaya sanitasi laut adalah karena makanan laut dapat
mengandung zat beracun. Contoh, kerang-kerangan yang terkontaminasi kuman atau
penyakit selama tahap pengolahan. Kemajuan teknologi dan pembuangan limbah
industri ke laut juga menyebabkan keracunan bahan makanan ke dalam laut
misalnya penyakit minamata di Jepang.
Makanan laut dapat dibagi menjadi beberapa golongan,
antara lain :
1.
Golongan hewan,
misalnya ikan dan kerang-kerangan
2.
Golongan
tumbuhan, misalnya agar-agar laut
3.
Golongan yang
dapat diternakkan, misalnya udang, ikan, dan kerang-kerangan.
Pengawasan Makanan Laut
Upaya-upaya yang dapat dilakukan di dalam pengawasan
makanan laut, antara lain :
1.
Tempat hidup
harus bersih, tidak banyak mengandung E.
colli dan bebas dari pencemaran. Contoh kerang. Untuk menentukan berapa
banyak E. colli yang terkandung di
dalam hewan tersebut, kita dapat membagi tempat hidup kerang tersebut ke dalam
4 golongan :
a.
Approved area
-
E. colli tidak
lebih dari 70/1000 ml air
-
Terbaik untuk dikonsumsi
b.
Conditionally approved area
-
Sudah ada
pencemaran, karena penuh penduduk
-
Kandungan E. colli > 70/100 ml air
-
Masih dapat
dikonsumsi
c.
Restricted area
Jumlah
E. colli 700/ml air jika dilakukan
pengolahan dapat dikonsumsi
d.
Prohibited area
-
Kandungan E. colli > 700/ml laut
-
Terlarang untuk
dikonsumsi
2.
Makanan tidak
boleh mengandung bibit penyakit dan zat beracun. Dengan demikian beberapa jenis
kerang-kerangan yang mengandung racun dapat membahayakan kesehatan.
3.
Dalam pengolahan
bahan makanan harus diperhatikan kebersihan dan sanitasinya, terutama yang
berkaitan dengan peralatan, personil, dan sarana. Peralatan setelah 2 jam harus
dibersihkan.
4.
Pemasaran,
tempat, sarana, dan personel harus memenuhi syarat.
Makanan laut atau sungai dipandang tidak memenuhi
syarat, apabila :
1.
Bahan makanan
tersebut mengandung zat beracun, tanpa mempedulikan kesegaran bahan-bahan
tersebut.
2.
Telah terjadi
pembusukan, misalnya dengan melihat warna mata dan kulit ikan ditambah bau
busuk dan banyak lalat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar